KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi
Rabbil Alamin, puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga tugas kolektif yang berbentuk makalah
dengan judul “hakim” dapat selesai
tepat waktu. Dan tak lupa Sholawat serta salam semoga selalu tercurah ke
pangkuan Baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya
di yaumul qiyamah nanti, Amin.
Makalah ini disusun sebagai
bahan diskusi yang akan kami presentasikan dan merupakan implementasi dari
program belajar aktif oleh Dosen pengajar mata kuliah metode pengadilan agama di indonesia.
Semoga dengan
tersusunnya makalah ini dapat menambah khazanah keilmuan kita semua dan
memberikan manfaat bagi pembacanya. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun
menyadari masih banyak kesalahan dan
kekhilafan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah berikutnya.
Jepara, Desember 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk melaksanakan
suatu fungsi, pada semua lini dalam setiap bidang pada dasarnya terdapat
beberapa unsur pokok, yaitu : Tugas, yang merupakan kewajiban dan kewenangan.
Aparat, orang yang melaksanakan tugas tersebut. Lembaga, yang merupakan tempat
atau wadah yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana bagi aparat yang akan
melaksanakan tugasnya.
Pada dasarnya tuhan
menciptakan manusia tidaklah sendiri diperlukannya berinteraksi dan bekerjasama
dengan oranglain dalam melakukan tugasnya. Namun dalam menjalankan tugasnya
sering kali manusia harus berbenturan dengan satu samalain. Dalam hal ini
dibutuhkan sebuah pranata sosial berupa aturan-aturan hukum. hukum melalui peradilan akan memberikan prelindungan hak,
terhadap serangan atas kehormatan dan herga diri serta memulihkan hak yang terampas. Hal
inilah yang menyebabkan terbentuknya sistim peradilan yang diharapkan dapat
membuat keseimbangan sosial dan kedamaian didunia ini.
Lembaga peradilan di
Indonesia dari tahun ke tahun mulai menunjukkan perkembangan yang cukup
signifikan. Sebagai salah satu dari lembaga peradilan, hakim saat ini
juga mendapat sorotan yang relatif tinggi dari masyarakat dan media. Secara
yuridis, hakim merupakan bagian integral dari sistem supremasi hukum. Tanpa
adanya hakim yang memiliki integritas, sikap dan perilaku yang baik dalam
lembaga peradilan, maka jargon-jargon good government dan good governance yang
selama ini digembar-gemborkan oleh banyak pihak tidak akan dapat terealisasi,
hanya sebatas “mimpi” semata.
B. Rumusan Masalah
1)
Apa pengertian dari hakim ?
2)
Apa syarat-syarat menjadi
seorang hakim ?
3)
Kedudukan, Tugas dan
wewenang seorang hakim itu bagamana ?
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hakim
Hakim secara etimologi merupakan kata serapan dari bahasa
Arab yaitu hakim, yang berarti orang yang memberi putusan atau
diistilahkan juga dengan qadhi. Hakim juga berarti orang yang
melaksanakan hukum, karena hakim itu memang bertugas mencegah seseorang dari
kedzaliman. Kata hakim dalam pemakaiannya disamakan dengan Qadhi yang berarti
orang yang memutus perkara dan menetapkannya.
Secara normatif menurut Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial
No. 22 Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim adalah
hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana
dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
sedangkan secara etimologi atau secara umum, yang dimaksud dengan hakim adalah
organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah
diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu
ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis
(mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan
sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha
Esa.[1]
Pengertian hakim terdapat
dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyebutkan bahwa Hakim adalah pejabat
peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili.
Selain di dalam KUHAP, pengertian hakim juga terdapat dalam Pasal 31
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam pasal
tersebut disebutkan bahwa
Melihat dari pengertian hakim yang diatas maka bisa
diketahui bahwa yang dimaksud hakim olehnya adalah tidak jauh berbeda dengan
apa yang tercantum dalam UU No.22 Th 2004, bukankah hakim agung, hakim yang
berada dibawah peradilan, dan juga hakim konstitusi itu juga merupakan organ
pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan
kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu dapat ditegakkan.
Pada dasarnya pengertian hakim, apabila dapat diartikan bahwa hakim adalah
seluruh hakim disemua jenis dan tingkatan peradilan yaitu Hakim Agung, hakim
pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah
Agung dan Hakim Konstitusi.
B.
Syarat-Syarat
Seorang Hakim
Di Indonesia untuk dapat
diangkat menjadi hakim di pengadilan dalam lingkungan Badan Peradilan Agama ini
ada beberapa syarat yang diatur pada
beberapa undang-undang yaiyu : menurut UU. Nomor 7 Tahun 1989, kemudian
UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama UU Nomor 7 Tahun 1989, dan
UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 7 Tahun 1989.
Syarat Menjadi Hakim PA (Pasal 13 ayat (1) bab II UU no. 50
th 2009)
a)
Warga Negara Indonesia
b)
Beragama Islam
c)
Bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa
d)
Setia kepada Pancasila dan
UUD Negara RI 1945
e)
Sarjana Syariah, Sarjana
Hukum Islam atau Sarjana Hukum yang mengetahui Hukum Islam
f)
Lulus Pendidikan Hakim
g)
Mampu secara rohani dan
jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban
h)
Berwibawa, jujur, adil dan
tidak berkelakuan tercela
i)
Berusia paling rendah 25
tahun dan paling tinggi 40 tahun
j)
Tidak pernah dijatuhi
pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[3]
C.
Kedudukan, Tugas,
Fungsi dan Wewenang
Kedudukan hakim telah diberikan tempat pada konstitusi Negara kita. Dalam amandemen ketiga
UUD 1945, Pasal 24 ayat (1) ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan; Ayat (2): Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Disamping itu, pada
Pasal 25 amandemen UUD 1945 ditentukan bahwa syarat–syarat untuk menjadi dan
diberhentikan sebagai Hakim ditetapkan oleh undang–undang. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan agar hakim dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan
sungguh–sungguh dan memiliki independensi, secara merdeka, terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah atau kekuasaan lain dalam masyarakat.
Pengadilan dalam lingkungan badan peradilan
agama mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili
serta menyelesaikan perkara perdata khusus orang-orang yang beragama Islam,
yaitu perkara mengenai perkawinan, perceraian, pewarisan, dan wakaf.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama
terdiri dari pengadilan agama yang memeriksa dan memutuskan perkara pada
tingkat pertama, dan pengadilan tinggi agama yang memeriksa dan memutuskan
perkara pada tingkat banding.
Begitu juga hakim
peradilan agama mempunyai tugas untuk menegakkan hukum perdata islam yang
menjadi kewenangannya dengan cara-cara yang diatur dalam hukum acara peradilan
agama.
Adapun tugas-tugas
pokok hakim di pengadilan agama adalah sebagai berikut :
a) Membantu mencari keadilan
(Pasal 5 ayat (2) UU. No. 14/1970);
b) Mengatasi segala hambatan
dan rintangan (Pasal 5 ayat (2) UU. No. 14/70);
c) Mendamaikan para pihak
yang bersengketa (Pasal 30 HIR/ Pasal 154 Rbg);
d) Memimpin persidangan
(Pasal 15 ayat (2) UU. 14/1970);
e) Memeriksa dan mengadili
perkara (Pasal 2 (1) UU. 14/1970);
f) Meminitur berkas perkara
(184 (3), 186 (2) HIR);
g) Mengawasi pelaksanaan
putusan (Pasal 33 (2) UU. 14/1970);
h) Memberikan pengayoman
kepada pencari keadilan (Pasal 27 (1) UU. 14/1970);
i)
Menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 27 (1)
14/70);
Sedangkan fungsi hakim adalah
menyelenggarakan peradilan atau mengadili dan menegakkan kebenaran sesungguhnya
dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh para pihak tanpa melebihi atau
menguranginya terutama yang berkaitan dengan perkara perdata, sedangkan dalam
perkara pidana mencari kebenaran sesungguhnya secara mutlak tidak terbatas pada
apa yang telah dilakukan oleh terdakwa, melainkan dari itu harus diselidiki
dari latar belakang perbuatan terdakwa. Artinya hakim mengejar kebenaran materil
secara mutlak dan tuntas.
Kata mengadili merupakan rumusan yang sederhana, namun
didalamnya terkandung pengertian yang sangat mendasar, luas dan mulia, yaitu
meninjau dan menetapkan suatu hal secara adil atau memberikan keadilan.
Pemberian kadilan tersebut harus dilakukan secara bebas dan mandiri. Untuk
dapat mewujudkan fungsi dan tugas tersebut, penyelenggaraan peradilan harus
bersifat tekhnis profesional dan harus bersifat non politis serta non pertisan.
Peradilan dilakukan sesuai standart profesi berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku, tanpa pertimbangan-pertimbangan politis dan pengaruh kepentingan
pihak-pihak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun
2004 yang dimaksud dengan hakim adalah
hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana
dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
sedangkan secara etimologi atau secara umum, yang dimaksud dengan hakim adalah
organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah
diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu
ditegakkan.
Beberapa syarat seorang hakim
diatur dalam undang-undang : menurut UU. Nomor 7 Tahun 1989, kemudian UU
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama UU Nomor 7 Tahun 1989, dan UU
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 7 Tahun 1989.
pada dasarnya hakim dapat diartikan sebagai orang yang
bertugas untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum orang yang
berbuat salah dan membenarkan orang yang benar. Didalam menjalankan tugasnya,
ia tidak hanya bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berpekara saja, dan
menjadi tumpuan harapan pencari keadilan, tetapi juga mempertanggung
jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena dalam tiap-tiap amar putusan
hakim selalu didahului kalimat: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
B.
Saran
Demikianlah makalah
yang dapat kami susun, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. kami menyadari
masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya, baik dari segi susunan maupun
isinya. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai
bahan pertimbangan kami dalam menyusun makalah kami mendatang. Terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Bambang Waluyo,
S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1
Cet. 1. Jakarta 1991.
Ø Abdullah Tri Wahyudi, Perdilan Agama di Indonesia,
Pustaka Pelajar, Jogjakarta : 2004
Ø Drs.
H.A. Muktiarto,SH. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008)
http://click-gtg.blogspot.com/2008/08/hakim-dan-kekuasaan-kehakiman.html
[1] Bambang Waluyo,
S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1
Cet. 1. Jakarta 1991. hal 11.
[3]
Abdullah Tri Wahyudi, Perdilan Agama di Indonesia, Pustaka Pelajar,
Jogjakarta : 2004
[4] Drs.
H.A. Muktiarto,SH. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm,30