menu

SEJARAH TERBENTUKNYA KUH PERDATA (BW) DI INDONESIA


SEJARAH TERBENTUKNYA KUH PERDATA (BW) DI INDONESIA
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam
                                    Fakultas Syari’ah semester  V B
Pengampu: Drs. H. Suharto, MH

Description: C:\Users\ACER4739\Documents\unisnu.jpg

Disusun oleh:
Muhammad Nasikul Khalim           (1211040)



UNIVERSITAS  ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU)
2013 / 2014


KATA PENGANTAR

           Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga tugas kolektif yang berbentuk makalah dengan judul “sejarah hokum  perdata” dapat selesai tepat waktu. Dan tak lupa Sholawat serta salam semoga selalu tercurah ke pangkuan Baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah nanti, Amin.
          Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi yang akan kami presentasikan dan merupakan implementasi dari program belajar aktif oleh Dosen pengajar mata kuliah hokum perdata.
        Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah khazanah keilmuan kita semua dan memberikan manfaat bagi pembacanya. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kesalahan dan  kekhilafan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah berikutnya.





                                                                                                  Jepara, oktober 2013
                                                                                                      
                                                                                                        Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Suatu negara pada hakekatnya harus mempunyai dasar-dasar hukum yang jelas dan pasti. Hukum juga merupakan salah satu faktor penting bagi negara agar terciptanya suatu sistem yang mampu berjalan dengan baik dan tertata. Dasar-dasar hukum tersebut nantinya harus bisa menjadi patokan terhadap setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara. Di Indonesia, salah satu hukum yang menjadi dasar acuan tersebut ialah Hukum Perdata yang memiliki peran dalam mengatur hubungan antara sesama warga negara.
Hukum Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) / BW. BW (Burgerlijk Wetbook) merupakan salah satu kodifikasi hukum peniggalan kolonial Belanda yang sampai sekarang masih tetap berlaku di Indonesia sebagai hukum Perdata bagi sebagian penduduk Indonesia. Tetap dipertahankannya BW berlaku di Indonesia adalah untuk menghindari kevakuman hukum yang bisa menimbulkan keitdakpastian hukum dalam masyarakat. Namun, tetap berlakunya BW itu sifatnya sementara, yaitu sementara belum ada hukum perdata nasional yang menggantikan seluruh ketentuan yang terkandung di dalamnya.

B.  Rumusan Masalah
1.  Bagaimana Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata ?
2.  Apakah Pengertian Hukum Perdata di Indonesia ?


C.  Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui masa lalu/ sejarah terbentuknya hukum  perdata.
2. untuk mengetahui pengertian Hukum perdata yang ada di indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata
Sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda. Sedangkan sejarah terben­tuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Code Civil Perancis.
      Sejak tahun 1811 sampai tahun 1838 Code Civil Perancis ini telah disesuaikan dengan keadaan di negeri Belanda berlaku sebagai kitab undang-undang yang resmi di negeri Belanda, karena pada waktu itu negeri Belanda berada di bawah jajahan Perancis.
      Di negeri Belanda setelah berakhir pendudukan Perancis tahun 1813, maka berdasarkan Undang-undang Dasar (Grond Wet) Negeri Belanda tahun 1814 (Pasal 100) dibentuk suatu panitia yang bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata. Panitia ini diketuai Mr. J.M. Kemper.
      Undang-undang yang tadinya terpisah-pisah dihimpun dalam satu kitab undang-undang dan diberi nomor urut lalu diterbitkan. Berlakunya ditetapkan tanggal 1 Februari 1831. Pada waktu yang sama dinyatakan pula berlaku Wetboek van Koophandel (WvK), Burgerlijke Rechtsvordering (BRv). Sedangkan Wetboek van Strafrecht (WvS) menyusul kemudian.
      Titah Raja Belanda tanggal 16 Mei 1846 No. 1 itu terdiri dari 9 pasal dan isinya diumumkan seluruhnya di Hindia Belanda dengan Stb. 1847 No. 23. Dalam Pasal 1-nya antara lain dinyatakan bahwa peraturan-peraturan hukum yang dibuat untuk Hindia Belanda adalah:
1.      Ketentuan umum perundang-undangan di Indonesia.
2.      Kitab Undang-undang Hukum Perdata
3.      Kitab Undang-undang Hukum Dagang
4.      Peraturan susunan pengadilan dan pengurusan justisi.
5.      Beberapa ketentuan mengenai kejahatan yang dilakukan dalam keadaan pailit dan dalam keadaan nyata tidak mampu membayar.
            Berdasarkan fakta-fakta sejarah tentang terbentuknya Code Civil Perancis, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda dan Burgerlijk Wetboek yang diundangkan di atas ini, jelaslah bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang sekarang masih berlaku di Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang telah menyerap atau mengambil alih secara tidak langsung asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang berasal dari hukum Romawi, hukum Perancis kuno, hukum Belanda kuno, dan sudah tentu pula hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dimana dan di masa kodifikasi tersebut diciptakan yakni pada waktu ratusan tahun lebih yang silam.

2. Hukum Perdata di Indonesia
Yang  dimaksud  dengan Hukum  perdata Indonesia  adalah  hukum  perdata yang  berlaku bagi seluruh  Wilayah di Indonesia. Hukum  perdata  yang  berlaku di Indonesia adalah hukum  perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk  pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek (BW).
Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPerdata. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Kedudukan BW secara yuridis formil tetap sebagai undang-undang, sebab BW tidak pernah dicabut dari kedudukannya sebagai undang-undang. Namun pada waktu sekarang BW bukan lagi sebagai Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti keadaan semula saat dikodifikasikan. Beberapa bagian daripadanya sudah tidak berlaku lagi, baik karena ada suatu peraturan perundang-undangan yang baru dan putusan-putusan hakim yang merupakan yurisprudensi yang menggantikannya karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat jauh berubah dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada saat BW dikodifikasikan.
BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri dambil dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu:
1.      Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga,perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2.      Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi:
a)      Benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu)
b)      Benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak dan
c)      Benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria.
3.      Mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda) yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
4.      Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggang waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sebagaimana disebutkan di atas, hukum keluarga di dalam BW dimasukkan pada bagian I tentang orang. Hal ini disebabkan oleh hubungan-hubungan keluarga berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki hak-hak serta kecakapannya untuk menggunakan hak-haknya itu. Hukum waris dimasukkan dalam bagian II tentang benda oleh karena pewarisan adalah meru­pakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik (eigendom). Selain itu, juga dikatakan bahwa pembentuk undang-undang menganggap bahwa hak waris adalah merupakan hak kebendaan, yaitu hak kebendaan atas "boedel" dari orang yang meninggal dunia. Sedangkan pembuktian dan daluwarsa sebenarnya termasuk hukum acara perdata sehingga kurang tepat dimasukkan dalam BW yang pada asasnya mengatur hukum perdata materil. Akan tetapi, rupanya ada pendapat bahwa hukum acara perdata itu dapat dibagi dalam dua bagian yaitu bagian materil dan bagian formil. Soal-soal pembuktian dan alat-alat bukti termasuk bagian materil, sehingga dapat juga dimasukkan dalam BW sebagai hukum perdata materil.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
          Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat yang menitik-beratkan kepada kepentingan perseorangan (pribadi). Dalam penerapannya di Indonesia, yang menjadi acuan adalah BW (Burgelijk Wetboek) yaitu terjemahan Undang-Undang yang berasal dari negara Belanda yang juga merupakan hasil penyesuaian dari Code Civil Perancis. Seiring berjalannya waktu, tidak sedikit isi dari BW tersebut yang sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan Undang-Undang yang baru, dikarenakan keadaan zaman dan kondisi masyarakat yang tidak lagi sesuai dengan aturan-aturan yang tercantum dalam BW tersebut.



B.     Penutup
Penulis menyadari kebenaran menyangkut makalah ini datangnya dari Allah semata, dan kekurangan atau kekeliruan disebabkan hanya karena kefakiran ilmu penulis. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki makalah ini. Demikian mudah-mudahan makalah kami  dapat bermanfaat bagi pembaca.




DAFTAR PUSTAKA


-      Syahrani,Riduan.2006.Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata. Bandung:PT. Alumni.
-     Materi Kuliah Pengantar Ilmu Hukum & Tata Hukum Indonesia.