A.
Pengertian Hukum Waris dan Dasar Hukumnya
Berbicara hukum waris, bahwa kata hukum dalam pengertian umum
adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengatur tata tertib dalam sesuatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh
anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup
tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah masyarakat itu.[1] Sedangkan
hukum Islam oleh TM. Hasbi Ash Shiddieqy sebagaimana dikutip oleh Ismail
Muhammad Syah dirumuskan sebagai koleksi daya upaya para ahli hukum untuk
menerapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat.[2]
Kata Hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam (INPRES
Nomor 1 tahun 1991) Pasal 171 butir (a) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan
hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masingmasing.[3]
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya
seseorang, diatur oleh hukum waris. Untuk pengertian hukum " waris"
sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun di dalamkepustakaan ilmu
hukum Indonesia, belum terdapat keseragaman pengertian sehingga istilah untuk
hukum waris masih beraneka ragam.[4]
B.
Syarat
dan Rukun Waris
Secara
bahasa, rukun adalah "yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan," sedangkan
syarat adalah "ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan."[5]
Dalam
syari'ah, rukun, dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu
transaksi. Secara defenisi, rukun adalah "suatu unsur yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah
atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu."[6]
Definisi
syarat adalah "sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar'i dan
ia berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun
tidak ada."[7]
Perbedaan
antara rukun dan syarat menurut ulama Ushul Fiqih, bahwa rukun merupakan sifat
yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam hukum itu sendiri,
sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum,
tetapi ia berada di luar hukum itu sendiri.[8]
Dalam
hubungannya pembagian warisan, bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
dalam pembagian warisan. Syarat-syarat tersebut mengikuti rukun, dan sebagian
berdiri sendiri.
Adapun
syarat-syarat kewarisan sebagai berikut:
·
Matinya
muwarrist (orang yang mewariskan).
·
Hidupnya waris
(ahli waris) disaat kematian muwaris.
·
Tidak adanya
penghalang – penghalang mewarisi.
[1]
E.
Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Cet. 9, Jakarta: Balai Buku
Ihtiar, 1966,
hlm.
13.
[2] Ismail Muhammad Syah, Filsafat
Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm. 19
[3]
Saekan dan
Erniati Effendi, Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam Indonesia,
Surabaya: Arkola, 1997, hlm. 125
[4]
Eman
Suparman, Intisari Hukum Waris Indonesia, Bandung: PT Bandar Maju, 1995,
hlm. 14
[5]
Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2002, hlm. 1114
[6]
Abdul Azis
Dahlan, ed.. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, Jakarta: Ichtiar Barn van
Hoeve, 1996, hlm. 1510
No comments:
Post a Comment