Al-Quran yang secara harfiah berarti "bacaan
sempurna" merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena
tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang
lalu yang dapat menandingi Al-Quran Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.
Tiada bacaan semacam Al-Quran yang dibaca oleh ratusan juta
orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan
aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja, dan
anak-anak. Tiada bacaan melebihi Al-Quran dalam perhatian yang diperolehnya, bukan
saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat demi ayat, baik dari segi masa, musim,
dan saat turunnya, sampai kepada sebab-sebab serta waktu-waktu turunnya.
Tiada bacaan seperti Al-Quran yang dipelajari bukan hanya
susunan redaksi dan pemilihan kosakatanya, tetapi juga kandungannya yang
tersurat, tersirat bahkan sampai kepada kesan yang ditimbulkannya. Semua
dituangkan dalam jutaan jilid buku, generasi demi generasi. Kemudian apa yang
dituangkan dari sumber yang tak pernah kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan
kemampuan dan kecenderungan mereka, namun semua mengandung kebenaran. Al-Quran
layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan
sudut pandang masing-masing.
Tiada bacaan seperti Al-Quran yang diatur tatacara
membacanya, mana yang dipendekkan, dipanjangkan, dipertebal atau diperhalus
ucapannya, di mana tempat yang terlarang, atau boleh, atau harus memulai dan
berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya.
Tiada bacaan sebanyak kosakata Al-Quran yang berjumlah
77.439 (tujuh puluh tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) kata, dengan
jumlah huruf 323.015 (tiga ratus dua puluh tiga ribu lima belas) huruf yang
seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata
dengan lawan kata dan dampaknya.
Sebagai contoh -sekali lagi sebagai contoh- kata hayat
terulang sebanyak antonimnya maut, masing-masing 145 kali; akhirat terulang 115
kali sebanyak kata dunia; malaikat terulang 88 kali sebanyak kata setan;
thuma'ninah (ketenangan) terulang 13 kali sebanyak kata dhijg (kecemasan);
panas terulang 4 kali sebanyak kata dingin.
Kata infaq terulang sebanyak kata yang menunjuk dampaknya
yaitu ridha (kepuasan) masing-masing 73 kali; kikir sama dengan akibatnya yaitu
penyesalan masing-masing 12 kali; zakat sama dengan berkat yakni kebajikan
melimpah, masing-masing 32 kali. Masih amat banyak keseimbangan lainnya,
seperti kata yaum (hari) terulang sebanyak 365, sejumlah hari-hari dalam
setahun, kata syahr (bulan) terulang 12 kali juga sejumlah bulan-bulan dalam
setahun.
Demikian
"Allah menurunkan kitab Al-Quran dengan penuh
kebenaran dan keseimbangan (QS Al-Syura [42]: 17)."
Adakah suatu bacaan ciptaan makhluk seperti itu? Al-Quran
menantang:
"Katakanlah, Seandainya manusia dan jin berkumpul
untuk menyusun semacam Al-Quran ini, mereka tidak akan berhasil menyusun
semacamnya walaupun mereka bekerja sama" (QS Al-Isra,[17]: 88).
Orientalis H.A.R. Gibb pernah menulis bahwa: "Tidak ada
seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan 'alat' bernada
nyaring yang demikian mampu dan berani, dan demikian luas getaran jiwa yang
diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad (Al-Quran)." Demikian terpadu
dalam Al-Quran keindahan bahasa, ketelitian, dan keseimbangannya, dengan
kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan
kehebatan kesan yang ditimbulkannya.
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang belum diketahuinya" (QS Al-'Alaq [96]: 1-5).
Mengapa iqra, merupakan perintah pertama yang ditujukan
kepada Nabi, padahal beliau seorang ummi (yang tidak pandai membaca dan
menulis)? Mengapa demikian?
Iqra' terambil dari akar kata yang berarti
"menghimpun," sehingga tidak selalu harus diartikan "membaca
teks tertulis dengan aksara tertentu."
Dari "menghimpun" lahir aneka ragam makna, seperti
menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti mengetahui ciri sesuatu dan
membaca, baik teks tertulis maupun tidak.
Iqra' (Bacalah)! Tetapi apa yang harus dibaca? "Ma
aqra'?" tanya Nabi –dalam suatu riwayat- setelah beliau kepayahan
dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat Jibril a.s.
Pertanyaan itu tidak dijawab, karena Allah menghendaki agar
beliau dan umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut Bismi Rabbik; dalam
arti bermanfaat untuk kemanusiaan.
Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah
ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri
sendiri, yang tertulis dan tidak tertulis. Alhasil objek perintah iqra'
mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Demikian terpadu dalam perintah ini segala macam cara yang
dapat ditempuh manusia untuk meningkatkan kemampuannya. Pengulangan perintah
membaca dalam wahyu pertama ini, bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan
membaca tidak diperoleh kecuali mengulang-ulangi bacaan, atau membaca hendaknya
dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan, tetapi juga untuk
mengisyaratkan bahwa mengulang-ulangi bacaan Bismi Rabbika (demi karena Allah)
akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun yang dibaca itu-itu
juga.
Mengulang-ulang membaca ayat Al-Quran menimbulkan penafsiran
baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian jiwa serta kesejahteraan
batin. Berulang-ulang "membaca" alam raya, membuka tabir rahasianya
dan memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir. Ayat Al-Quran yang
kita baca dewasa ini tak sedikit pun berbeda dengan ayat Al-Quran yang dibaca
Rasul dan generasi terdahulu. Alam raya pun demikian, namun pemahaman, penemuan
rahasianya, serta limpahan kesejahteraan-Nya terus berkembang, dan itulah pesan
yang dikandung dalam Iqra' wa Rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmulah yang
paling Pemurah). Atas kemurahan-Nyalah kesejahteraan demi kesejahteraan tercapai.
Sungguh, perintah membaca merupakan sesuatu yang paling
berharga yang pernah dan dapat diberikan kepada umat manusia.
"Membaca" dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dan utama
pengembangan ilmu dan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban. Semua
peradaban yang berhasil bertahan lama, justru dimulai dari satu kitab (bacaan).
Peradaban Yunani di mulai dengan Iliad karya Homer pada abad ke-9 sebelum
Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya Kitab Perjanjian Baru. Peradaban Eropa
dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan berakhir dengan filsafat Hegel
(1770-1831).
No comments:
Post a Comment