menu

MAKALAH : Norma Hukum dalam Negara

A. Pendahuluan.
    Hans nawiasky berpendapat bahwa, selain norma itu berlapi-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum juga berkelompok-kelompok, dan norma hukum dalam suatu Negara itu terdiri atas empat kelompok besar yaitu:
1. Kelompok I    : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara),
2. Kelompok II    : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara),
3. Kelompok III    : Formel Gesetz (Undang-Undang ‘Formal’)
4. Kelompok IV    : Verordnung & Autonome Satzung ( Aturan pelaksana & Aturan otonom).
    Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) merupakan norma hukum yang tertinggi dan merupan kelompok pertama dalam hierarki norma hukum negara. Di dalam system norma hukum Negara Republik Indonesia, Pancasila merupakan Norma Fundamental Negara yang merupan norma hukum tertinggi, dan kemudian diikuti oleh Batang Tubuh UUD 1945, ketetapan MPR serta Hukum Dasar tidak tertulis atau disebut juga Konvensi Ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz), Undang-Undang (Formel Gesetz)serta Peraturan Pelaksana dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung) yang dimulai dari Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan peraturan pelaksana serta peraturan otonom lainnya.
Secara berturut-turut penulis akan mencoba menerangkan apa yang dimaksudkan dalam hierarki norma hukum kelompok II  (Staatsgrundgesetz), kelompok III (Formel Gesetz), dan Kelompok IV (Verordnung & Autonome Satzung).

B. Aturan dasar negara/aturan pokok Negara (Staatsgrundgesetz).
    Aturan dasar negara/aturan pokok Negara (staatsgrundgesetz) merupakan kelompok norma hukum dibawah norma fundamental Negara. Norma-norma dari aturan dasar Negara/aturan pokok Negara ini merupakan aturan-aturan yang bersifat pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar, sehingga masih merupakan norma hukum tunggal.
Menurut hans nawiasky, suatu dasar Negara/aturan pokok Negara dapat dituangkan dalam suatu dokumen Negara yang disebut staatsverfassung, atau dapat juga dituangkan dalam dokumen Negara yang tersebar-sebar yang disebut dengan istilah staatgrundgesetz.
Di dalam setiap Aturan Dasar Negara/Aturan pokok Negara biasanya diatur hal-hal mengenai pembagian kekuasaan Negara di puncak pemerintahan, dan selain itu mengatur juga hubungan antara negaradengan warga negaranya, atau yang biasa kita sebut sebagai konstitusi.
Pada pokoknya, konstitusi itu mendahului keberadaan organisasi negara, seperti apa yang dikatakan oleh Thomas Paine bahwa konstitusi lebih dulu ada daripada adanva pemerintahan, karena pemerintahan justru dibentuk berdasarkan ketentuan konstitusi. Oleh karena itu, menurut Thomas Paine:
“A constitution is not the act of a government, but of a people constituting a government, and a government without a constitution is power without right”.
Konstitusi bukanlah peraturan yang dibuat oleh pemerintahan, tetapi merupakan peraturan yang dibuat oleh rakyat untuk mengatur pemerintahan, dan pemerintahan itu sendiri tanpa konstitusi sama dengan kekuasaan tanpa kewenangan.
Di Indonesia aturan dasar Negara/aturan pokok negara ini tertuang dalam Batang  Tubuh UUD 1945, ketetapan MPR serta hukum dasar tidak tertulis yang disebut Konvensi Ketatanegaraan. Aturan dasar negara ini menjadi dasar bagi pembentukan undang–undang  (formell gesetz) atau aturan yang lebih rendah.

C. Undang-undang formal (formell gesetz).
    kelompok norma-norma hukum yang berada di bawah aturan dasar Negara/aturan pokok Negara (staatsgrundgesetz) adalah formell gesetz atau secara harfiah diterjemahkan dengan undang-undang ‘formal’. Norma dasar Negara yaitu norma-norma dalam suatu undang-undang sudah merupakan norma hokum yang lebih konkrit dan rinci, serta sudah dapat lansung berlaku didalam masyarakat. Norma-norma hokum dalam undang-undang ini tidak saja norma hukum yang bersifat tunggal, tetapi norma-norma hukum itu dapat merupakan norma hukum yang berpasangan, sehingga terdapat norma hukum sekunder disamping norma hukum primernya, dengan demikian dalam suatu Undang-Undang sudah dapat dicantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, bai itu sanksi pidana maupun sanksi pemaksa. Selain itu undang-undang (wet/gesetz/act) ini berbeda dengan peraturan-peraturan lainnya, oleh karena itu suatu undang-undang merupakan norma hukum yang selalu dibentuk oleh suatu lembaga legislatif.
Di Indonesia istilah formell gesetz atau formell wetten ini sayogjanya diartikan dengan undang-undang saja tampa menambah kata formal dibelakangnya. Oleh karena itu apabila formell gesetz diartikan undang-undang formal, hal itu tidak sesuai dengan penybutan jenis-jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Undang-Undang dapat diartikan secara arti luas maupun arti sempit, dalam arti luas Undang-Undang berarti keputusan pemerintah yang berdasarkan materinya mengikat langsung setiap penduduk pada suatu daerah. Dengan demikian yang dimaksud dengan UU dalam arti luas adalah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang tinggi sampai tingkat yang rendah yang isinya mengikat setiap penduduk.
Sedangkan Undang-Undang dalam arti sempit berarti legislatif act atau akta hukum yang dibentuk oleh lembaga legislatif dengan persetujuan bersama dengan lembaga eksekutif. Naskah hukum tertulis tersebut disebut dengan legislative act bukan executive act, karena dalam proses pembentukan legislative act itu, peranan lembaga legislatif sagat menentukan keabsahan materiel peraturan yang dimaksud.

D. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung & autonome satzung)
    Kelompok norma hukum yang terakhir adalah peraturan pelaksanaan (Verordnung) dan peraturan otonom (Autonome Satzung) yang merupakan peraturan yang terletak dibawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam undang-undang. Peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi sedang peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi.
Atribusi kewenangan dalam pembentukan perundang-undangan ialah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh grondwet (undang-undang dasar) atau wet (undang-undang) kepada suatu lembaga pemerintahan/Negara. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan.
Delegasi kewenangan dalam pembentukan perundang-undangan ialah pelimpaham kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perunang-undangan yang lebih rendah., baik pelimpahan dilakukan dengan tegas atau tindakan.
Berlainan dengan kewenangan atribusi , pada kewenangan delegasi kewenagan tersebut tidak diberikan, melainkan diwakilkan. Dan selain itu kewenagan delegasi ini bersifat sementara dalam arti kewenangan ini dapat di selenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada.

DAFTAR PUSTAKA
Indrati S. Maria Farida, 2007, Ilmu Perundang-undangan 1, Yogyakarta: Kanisius.
ash Shiddiqie, Jimly.,____, Perihal Undang-Undang, [pdf], (http://www.jimlyschool.com, diakses tanggal 16 November 2014)