menu

Proses terjadinya alam semesta

Proses terjadinya alam semesta
A.    Proses terjadinya alam semesta.
Menurut ahli astronomi, alam semesta bermula dari kumpulan-kumpulan nebula raksasa (kabut gas). Adanya nebula ini bukan hanya mungkin, tetapi itu sangat mungkin ada.bintang-bintang terdiri dari berbagai usia, beberapa di antaranya masih dalam bentuk dasar nebula. Sementara usia bintang lain yang telah demikian tua, umumnya bintang itu gelap yang biasa disebut bintang “mati” guna membedakan dengan bintang yang lain yang masih mengeluarkan cahaya. Matahari sendiri pertama kalinya berupa nebula yang sekarang telah mendekatkan usia pertengahan. Dalam penelitian menyebutkan bahwa titik-titik hitam pada matahari yang biasa disebut bagian matahari yang sudah tidak lagi mengeluarkan pancaran panas (mati) semakin lama semakin bertambah. Jika ini terus berlangsung, tentu tidak menutup kemungkinan suatu saat matahari juga tidak akan berfungsi alias menjadi bintang mati. Sedangkan bulan dianggap mati dalam ukuran yang sangat kecil. Karena cahaya yang dipancarkan merupakan hasil pemantulan dari cahaya matahari. Yang terpenting, dan tidak diragukan lagi bahwa sistem tata surya ini dahulunya adalah merupakan massa gas. Di dalam al-Qur’an juga menyebutkan tentang hal ini, yang artinya berbunyi :
“lalu Dia memfokuskan kehendak-Nya ke arah ini (langit) sedangkan langit itu berupa gas. Kemudian berfirman kepada langit dan bumi :”datanglah kamu bedua baik secara sukarela maupun dengan terpaksa”. Mereka menjawab : “Kami berdua datang dengan sukarela”. Kemudian Dia mengatur (menetapkan) langit ke dalam tujuh bagian langit yang masing-masing memiliki dua periode (siang dan malam) dan pada setiap bagian ini Dia bebankan tugas khusus dan Kami hiasi ruang angkasa dari bumi ini dengan lampu-lampu serta sebuah perlindungan (pemeliharaan). Demikian ini merupakan ketentuan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
Memang al-qur’an tidak banyak membicarakan tentang kejadian alam secara (cosmologony), akan tetapi metafisika penciptaan telah ditegaskan dalam al-qur’an bahwa alam semesta beserta segala sesuatu yang hendak diciptakan Allah di dalamnya tercipta hanya sekedar dengan firmannya : “jadilah” (kun), misalnya dalam Q.S. al-baqarah 117:

“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia”.
Dari ayat tersebut diketahui ada bukti lain yang sempurna, yaitu ketetapan menjalankan ketetapan (ibadah) kepada Allah yang dimiliki oleh makhluk-makhluk yang ada didalam langit dan bumi. [1]
Proses selanjutnya adalah adanya keterkaitan antara planet-planet dan bumi yang pada saat itu merupakan suatu benda dan kemudian mereka dipisah, lalu dengan air awal munculnya kehidupan. Ini telah disebutkan tadi dalam surat al-Anbiya’ ayat 30. Dalam memahami ayat ini tentu diperlukan konsep sains, setelah adanya pemisahan alam semesta dijelaskan bahwa mulanya terjadi pendinginan bumi dan benda langit yang lain secara bertahap serta terjadinya kehidupan hanya ketika gerak telah mencapai suhu-suhu air. Sehingga kehidupan mulanya berasal dari air.
Dikatakan bahwa keseluruhan proses penciptaan alam semesta ini terjadi dalam enam hari, terdapat dalam surat Yunus:3 dan setelah itu Allah duduk di atas arsy. Dari atas tahtanya Allah mengatur alam semesta. Ia menurunkan perintah-perintah-Nya melalui para malaikat. Setelah menyampaikan perintah-perintah tersebut mereka kembali kepadanya dengan membawa laporan. [2] Didalam surat Yunus 3 :

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”
Hari-hari yang enam ini pastilah bukan hari-hari yang kita kenal dibumi ini. Hari-hari dibumi ini diukur dengan waktu yang timbul karena perputaran bumi pada porosnya satu kali didepan matahari. Hal itu menciptakan malam dan hari di bumi yang kecil ini, karena bumi ini hanyalah salah satu benda yang melayang didalam galaxy yang tak terhingga luasnya. Ukuran hari-hari yang ada ini baru terwujud setelah setelah penciptaan bumi dan matahari, dan ukuran hari-hari itu hanya cocok bagi kita yang hidup di planet yang kecil ini. Sedangakan mengenai malaikat enam masa yang disebut dalam al-quran, pengetahuan tentang hakikatnya hanya allah semata yang tau. Kita tidak mungkin dapat menentukan nya dan menetapkan ukurannya. [3]
Pertama, masa ledakan besar (big bang) yang pada mulanya langit dan bumi serta benda-benda langit lainnya menyatu kemudian terpisah. Ledakan hakikatnya adalah pengembangan ruang yang dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Allah kuasa meluaskan langit.
  
“dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa” (Adz-Dzariyat:47)
Kedua, masa pembentukan bintang-bintang yang terus berlangsung, yang dalam al-Qur’an disebut penyempurnaan langit.
“Dia telah meninggikan bangunan-Nya (langit) lalu menyempurnakannya.” (An-Nazi’at ayat 28)
Masa ketiga dan keempat, matahari mulai dipancarkan cahayanya. Dan kemudian diteruskan dengan    pemadatan bumi.

“Dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita) dan menjadikan siangnya (terang benderang). Dan setelah itu bumi Dia hamparkan.”(An-Nazi’at : 29-30).
Proses geologis yang menyebabkan lahirnya rantai pegunungan, adanya tumbuh-tumbuhan, hewan merupakan masa kelima dan keenam dalam penciptaan alam.
“Dan Dia pancarkan mata air dan (ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.”(An-Nazi’at : 31-33).
B.     Potensi dan Karakter Alam.
Perbedaan terpenting diantara Allah dengan ciptaan-Nya adalah: jika Allah tak terhingga dan mutlak, maka setiap sesuatu yang diciptakan-Nya adalah terhingga. Setiap sesuatu memiliki potensi-potensi tertentu tetapi betapapun banyaknya potensi-potensi tersebut tidak dapat membuat yang terhingga melampaui keterhinggaannya  dan menjadi tidak terhingga. Inilah yang dimaksudkan Al-Qur’an ketika ia mengatakan bahwa setiap sesuatu selain daripada Allah “mempunyai ukurannya” (qadar, taqdir, dan lain sebagainya), dan oleh karena itu tergantung kepada Allah. Bila Allah menciptakan sesuatu, maka kepadanya Dia memberikan kekuatan atau hukum tingkahlaku yang didalam Al-Qur’an dikatakan “petunjuk”, “perintah”, atau “ukuran”; dan dengan hukum tingkahlaku inilah ciptaan-Nya itu dapat selaras dengan ciptaan-Nya yang lain didalam alam semesta. Jika sesuatu ciptaan melanggar hukumnya dan melampaui ukurannya, maka alam semesta menjadi kacau. [4]
Sejarah bumi semenjak kerak bumi bagin luar mulai bergumpal dan perlahan-lahan mengeras dari bentuk cairan seperti bagian dalamnya adalah tidak lain dari serentetan revolusi hebat yang terjadi pada keraknya secara terus-menerus, dan sering kali mengakibatkan banjir besar, menutupi wilayah yang luas di semua penjuru dari daratan zaman purba. Rahasia di balik terjadinya banjir, ataupun sifat unsur-unsur yang menyebabkan goyahnya tanah dan meluapnya air lalu mengendap, adalah satu contoh kecil karakter alam yang terjadi secara alami. Hakikatnya kerak bumi yang keras itu adalah neraca yang halus lagi peka, akan tetapi sangat rumit. Setiap tempat di muka bumi yang tak lain dari piringan neraca, dengan cermat berada dalam keadaan setimbang dengan tempat-tempat yang berdekatan. Jika karena suatu sebab beban di salah satu piringannya berubah, maka piring yang satu ini akan terpengaruh, demikian pula halnya dengan piring lainnya. Ketidakseimbangan ini akan berlanjut terus sampai beratnya cocok kembali, dan timbangannya akan berada lagi dalam posisi yang normal.
Sebetulnya semua bagian kerak bumi seimbang dengan bagian-bagian yang lain dan berdekatan. Jika beberapa bagian permukaan mempunyai gunung-gunung yang tinggi dan besar, maka bagian yang berbatasan dengannya berbentuk kawasan yang rendah dan dalam. Gunung-gunung berada ditempatnya tiada lain untuk memelihara keseimbangan bumi, dan inilah sebenarnya yang dimaksudkan oleh ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya dalam surat Qaf ayat 7 dan al-Murrsalat ayat 27 :

“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh”. (Qaf : 7)
 
“Dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi dan Kami beri minum kamu dengan air yang tawar”. (Al-Mursalat :27)
Akan tetapi kondisi dalam bumi maupun kondisi luar bumi kedua-duanya mempengaruhi keadaan gunung. Kedua kondisi itu tidak membiarkan keseimbangan tersebut tetap diam dan tak bergerak. Perut bumi yang cair dilanda oleh arus yang menyebabkan perut bumi bergerak, betapapun lambatnya arus tersebut. Air itu adalah laut. Dengan berlalunya waktu, bagian lekuk yang menjadi dasar laut yang demikian itu menjadi tempat penampungan sedimen yang banyak dan pekat sebagai hasil dari faktor-faktor pengikisan yang dihanyutkan dari tempat yang lebih tinggi    pada kerak bumi, seperti    gunung dan    bukit. Selain bumi, benda-benda angkasa lain juga mengalami perkembangan. Ilmuwan membuktikan benda-benda angkasa yang ada berkembang karena pengumpulan energi dan materi.
Bila Allah menciptakan sesuatu, maka kepadanya Dia memberikan kekuatan atau hukum tingkah laku yang didalam Al-Qur’an dikatakan “petunjuk”,”perintah”, “ukuran”, dan dengan hukum tingkah laku inilah ciptaan-Nya dapat selaras dengan ciptaan-ciptaan yang lainnya didalam alam semesta. [5] Jika sesuatu ciptaan melanggar hukumnya dan melampaui ukurannya, maka alam semesta menjadi kacau. Al-Qur’an sering mengemukakan tata alam yang sempurna ini tidak hanya sebagai bukti mengenai keesaan-Nya, Al-Anbiyaa’: 22

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.”
C.    Manfaat Alam Bagi Manusia.
Alam pada dasarnya adalah untuk kepentingan manusia. Dengan alam, manusia bisa bertempat tinggal, mencari makan, dan lain sebagainya, yang akhirnya dengan semua itu agar manusia dapat beribadah/ menyembah kepada Allah (liya’budun).
Manusia diperbolehkan untuk memanfaatkan hal ini untuk kebaikan, bukan “untuk berbuat aniaya di atas bumi (fasad fi’l-ardh)”, inilah sebuah ucapan yang sering kali diulang oleh al-qur’an. Penciptaan alam semesta dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan dengan sia-sia atau untuk main-main; “Kami tidak menciptakan langit dan bumi besrta segala sesuatu yang berada di dalamnya dengan sia-sia seperti pandangan orang-orang yang mengingkari Allah atau orang-orang yang tidak bersyukur” Shad:27

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Potongan ayat diatas menjelaskan tentang apa yang ada dibumi untuk dimanfaatkan oleh manusia. Pemanfaatan ini dapat dilakukan dengan dua jalan :
      1.            Memanfaatkan materi yang ada dibumi untuk menunjang kelangsungan hidup jasmaniah.
      2.            Dengan merenungi setiap yang dapat digapai oleh tangan untuk mengetahui kekuasaan allah, demikian itu merupakan makanan jiwa. [6]
Salah satu sumber daya alam adalah air. Al-Qur’an memberikan ajaran praktis tentang penggunaan air. Karena Allah lah yang telah menciptakan dari air setiap yang hidup dan Dialah yang telah menurunkan air tawar dari langit karena rahmat dan kasih sayangnya dan membuatnya tersimpan didalam bumi, maka sumber daya alam yang sangat penting ini tidak boleh dimonopoli oleh para penguasa atau kaum elit dan dijauhkan dari orang-orang miskin. Selain itu, adapula larangan penggunaan air secara boros mengingat alqur’an mengingatkan kita bahwa sumber-sumber air tak terbatas. Di dalam surat Al-Mukminun: 18 disebutkan,

“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya”