menu

Pengelolaan Zakat Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011

A. Pengelolaan Zakat Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011
Di dalam KHI di jelaskan mengenai pengelolaan zakat dan pengertian zakat itu sendiri, yaitu seperti yang tertera dalam pasal 1, undang-undang no.23 tahun 2011 :
Ayat 1 “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.”
Ayat 2 “Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.”
             1.     Pengertian Zakat
pengertian zakat menurut undang-undang diatas adalah harta harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama dan diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Secara bahasa, kata zakat punya beberapa makna, antara lain bermakna kesucian, pujian, bertambah tumbuh, perbaikan dan barakah atau keberkahan.[1] Zakat secara syara’ itu bermakna bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang telah Allah wajibkan unutk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat).[2]
             2.     Tujuan Pengelolaan Zakat
Pasal 3, pengelolaan zakat bertujuan:
a.       meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b.      meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Untuk mencapai semua tujuan tersebut, perlu adanya kesadaran dan pemahaman dari masyarakat maupun instansi pengelolaan zakat pemerintah dan masyarakat mengenai fungsi dari zakat itu sendiri. Zakat memiliki fungsi dan tujuan antara lain :
·         Mengangkat derajat fakir – miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan.
·         Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para mustahiq.
·         Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat muslim dan manusia pada umumnya.
·         Menghilangkan sifat kikir pemilik harta.
·         Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.
·         Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
·         Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.
·         Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.[3] 
B.     BAZNAS dan LAZ
Bicara soal pengelolaan zakat, sebagai upaya guna mencapai tujuan dari pengelolaan zakat, pemerintah membentuk sebuah lembaga BAZNAS yang mandiri dan bertanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan zakat tersebut. Dijelaskan dalam undang-undang no.23 tahun 2011, pasal 6 bahwa :
“BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.”
Badan Amil Zakat yaitu organisasi pengelola zakat yang di bentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.Asas-asas Lembaga Pengelolaan Zakat.
Yang dimaksud dengan amil zakat ialah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari pengumpulan hingga pencatatan keluar masuknya zakat, dan sampai pembagiannya kepada mustahik.[4] Para amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan. Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya. Kemudian mengetahui berapa jumlah mustahik zakat itu sendiri.[5]
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat maka muncul LAZ. Dijelaskan pada Pasal 17 :
“Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.”
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat yang bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam.
Syarat-syarat Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat yang diusulkan kepada pemerintah untuk mendapat pengukuhan, harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut :
·         Berbadan hukum;
·         Memiliki data muzaki dan mustahiq;
·         Memiliki program kerja;
·         Memiliki pembukuan
·         Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit.[6]


[1] Ahmad Sarwat, Lc., Seri Fiqih Kehidupan (4) : Zakat, (Jakarta: DU Publishing, 2011), cet. 1, hlm. 25
[2] Ahmad Sarwat, Lc., fiqih zakat kontemporer, hlm. 5
[3] Mila sartika, Pengaruh Pendayagunaan Zakat Prodiktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta. Jurnal Ekonomi Islam. Vol. 2, No. 1, Juli 2008
[4] DR. Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Study Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, (Bogor : Pustaka Litera Antarnusa, 1996), cet. 4, hlm. 545
[5] Ibid, hlm. 546
[6] Suparman Usman, Hukum Islam : Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), Cet. II, hlm. 165-171