menu

SEJARAH PEMBENTUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI

assalamualaikum... untuk yang pertama dan jangan sampai jadi yang terakhir, saya pada kesempatan kali ini akan membagikan artikel mengenai Mahkamah Konstitusi. oke langsung aja soop :

Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.
·         Suasana sidang MPR pada saat pengesahan Perubahan Ketiga
Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945.
·         Visi & Misi
Visi Mahkamah Konstitusi adalah tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.
Misi Mahkamah Konstitusi adalah:
a) Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya. b) Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi
Ketua Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun).
Ketua MK yang pertama adalah Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.. Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003. Jimly terpilih lagi sebagai ketua untuk masa bakti 2006-2009 pada 18 Agustus 2006 dan disumpah pada 22 Agustus 2006. Pada 19 Agustus 2008, Hakim Konstitusi yang baru diangkat melakukan voting tertutup untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua MK masa bakti 2008-2011 dan menghasilkan Mohammad Mahfud MD sebagai ketua serta Abdul Mukthie Fadjar sebagai wakil ketua.[1]
·         Hakim Konstitusi
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
Hakim Konstitusi periode 2003-2008 adalah:
Jimly Asshiddiqie Mohammad Laica Marzuki Abdul Mukthie Fadjar Achmad Roestandi H. A. S. Natabaya Harjono I Dewa Gede Palguna Maruarar Siahaan Soedarsono Hakim Konstitusi periode 2008-2013 adalah:
Jimly Asshiddiqie, kemudian mengundurkan diri dan digantikan oleh Harjono Maria Farida Indrati Maruarar Siahaan Abdul Mukthie Fajar Mohammad Mahfud MD Muhammad Alim Achmad Sodiki Arsyad Sanusi Akil Mochtar

Kasus yang pernah terjadi:
“Kejaksaan Agung memprotes keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang Undang Anti Tindak Pidana Korupsi, karena keputusan Mahkamah Konstitusi akan menyulitkan aparat kejaksaan dalam menuntut pelaku korupsi.
Sehari setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan adanya pasal didalam Undang Undang Anti Tindak Pidana Korupsi yang ternyata melanggar Undang Undang Dasar 1945, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh langsung menyatakan protes.
Bagi Jaksa Agung, keputusan MK tersebut tidak dipungkiri akan memperlebar peluang para koruptor untuk lolos dari tuduhan korupsi. Abdul Rahman menjelaskan, setelah putusan MK ini, Kejaksaan tidak lagi dapat menuntut para tersangka koruptor meski mereka terbukti merugikan negara. Pasalnya dalam putusan MK yang diputus Selasa lalu, para koruptor hanya dapat dijerat pasal korupsi bila mereka hanya melanggar aturan formil seperti yang diatur dalam pasal 2 ayat 1 Undang Undang Tipikor.
Jaksa Agung mengkhawatirkan kemungkinan akan banyak para koruptor kelas kakap yang dapat dengan mudah bebas dari tuntutan, bila nantinya putusan MK ini dijadikan landasan hukum di persidangkan.

Untuk itu Abdul Rahman mengharapkan Mahkamah Agung segera memberi penjelasan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, karena hingga kini MA masih menangani kasus korupsi ditingkat kasasi dengan landasan hukum Undang Undang Tipikor.”