menu

Cara Wawancara yang Baik dalam Bimbingan Konseling


A.  Definisi Wawancara
Wawancara atau Interview merupakan salah satu metode untuk mendapatkan data tentang anak atau individu lain dengan mengadakan hubungan secara langsung dengan informan (face to face relation)[1]

Sedangkan menurut Drs. Dewa Ketut Sukardi, Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara  tanya jawab antara interviewer (penanya) dengan interviewee (penjawab). Atau dengan kata lain dalam wawancara terdapat unsur-unsur sebagai berikut: (a) Pertemuan tatap muka (face to face), (b) Cara yang dipergunakan dalam wawancara adalah cara lisan, dan (c) Pertemuan tatap muka (face to face) itu mempunyai tujuan tertentu.[2]

B.  Bagian-bagian Wawancara
Pada dasarnya, metode wawancara ini terdiri dari beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut anatara lain:

1.    Permulaan atau pendahuluan wawancara
Bagian ini lebih ditunjukan untuk menciptakan hubungan yang baik (dalam mengadakan kontak yang pertama) antara pewawancara dengan informan, serta biasanya diisi dengan penyampaian maksud dan tujuan dari wawancara itu sendiri. Dengan adanya kontrak pertama ini, akan diperoleh gambaran tentang jalannya wawancara selanjutnya. Jika telah terjadi hubungan yang baik dan timbul perasaan saling percaya maka hal tersebut akan menjadi sumbangan yang besar artinya di dalam wawancara selanjutnya.

2.    Inti Wawancara
Bagian ini merupakan bagian yang ditujukan untuk mencapai maksud dan tujuan wawancara. Apabila maksud dari wawancara adalah untuk mengumpulkan data latar belakang sosial maka maksud tersebut harus dapat dicapai pada bagian ini.

3.    Akhir Wawancara
Ini merupakan bagian untuk mengakhiri jalannya wawancara. Wawancara dapat ditutup dengan melakukan penyimpulan tentang apa yang telah dibicarakan (misalnya, dalam counseling interview). Kadang-kadang wawancara ditutup dengan menentukan waktu wawancara berikutnya bila masih dibutuhkan wawancara lebih lanjut.[3]

C. Teknik yang digunakan dalam Wawancara
Wawancara sebagai alat komunikasi untuk mengetahui suatu permasalahan klien, dalam wawancra trsebut akan berhasil jika ada suatu cara atau teknik yang digunakan dengan tepat pada sasarannya. Adapun teknik tersebut, antara lain:

1.      Secara Verbal, merupakan ungkapan, pikiran, keinginan yang dituangkan dengan kata-kata atau berupa tanggapan verbal dari konselor untuk mewujudkan secara konkrit maksud dari pikiran, perasaan, dan suasana batin klien.

2.      Secara Non Verbal, yaitu bagaimana sikap konselor dalam berhadapan atau memberi tanggapan selama jalannya konseling seperti gerak badan dan pandangan mata atau mimik wajah yang menunjukan ketidak setujuan dan setuju terhadap pernyataan dan pembicaraan klien. Teknik-teknik non verbal dapat ditunjukkan dalam bentuk sebagai berikut:

a)      Senyuman.                                                              f) Mimik Wajah.
b)      Cara Duduk            .                                               g) Kontak Mata.         
c)      Anggukan Kepala.                                                  h) Berdiam Diri.
d)      Gerak-gerik Lengan dan Jari.                                 i) Sentuhan.    
e)      Variasai dalam Nada Suara dan Kecepatan Bicara.[4]

D.  Cara Wawancara yang Baik dalam Bimbingan Konseling
Untuk tercapai wawancara yang baik, maka dalam wawancara harus memenuhi unsur-unsur berikut ini:

1.    Penyusunan Pedoman Wawancara
Untuk mencapai tujuan wawancara yang baik, kiranya perlu disusun suatu pedoman wawancara yang terperinci dengan sistematis. Pedoman wawancara itu pada garis besarnya adalah sebagai berikut:

a)    Persiapan
Pada langkah persiapan ini hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
-          Menentukan tujuan dari wawancara.
-          Menetapkan bentuk-bentuk pertanyaan.
-          Menetapkan interviewee (penjawab) yang betul-betul memiliki informasi.
-          Menetapkan jadwal wawancara.
-          Menetapkan jumlah responden.
-          Menghubungi responden.

b)   Pelaksana
-          Mengadakan seleksi dari berbagai pertanyaan yang sesuai dengan maksud dan tujuan wawancara.
-          Mengadakan wawancara.[5]

c)      Penutup
-          Menyusun laporan hasil wawancara.
-          Mengadakan evaluasi apakah wawancara yang telah dilaksanakan itu cukup memadai.
-          Mengadakan bentuk diskusi tentang pelaksanaan wawancara.

2.   Syarat-syarat Menjadi Pewawancara yang Baik
      Wawancara akan berjalan dengan baik dan mencapai tujuan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, itu sangat tergantung dengan orang yang mewawancarai (Pewawancara). Untuk mencapai tujuan tersebut, syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

a)      Ia hendaknya memiliki minat yang subgguh-sungguh terhadap orang lain.
b)   Ia hendaknya memiliki pengertian, simpati dan empati dengan subjek yang diwawancarai (Interviewee).
c)  Memiliki pengalaman hidup dan daya pengamatan yang tajam serta tidak terkungkung didalam satu lingkungan saja.
d)     Ia cepat mengadakan adaptasi diri dengan situasi atau lingkungan social.

3.   Syarat-syarat Penyusunan Wawancara
      Dalam mempersiapkan wawancara, konselor hendaknya selalu berpijak kepada persyaratan sebagai berikut:

a)   Setiap pertanyaan yang diajukan tidak memungkinkan responden mengetahui terlebih dahulu apa-apa yang hendak ditanyakan atau diteliti.
b)  Setiap pertanyaan yang diajukan hendaknya membuat responden merasa pasti tentang posisi atau kedudukan dirinya sehingga dengan demikian responden akan dapat menjawab pertanyaan yang diajukan tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya dijawab.
c)    Setiap pertanyaan yang diajukan tidak memungkinkan responden bertingkah laku pura-pura.

         Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa wawancara sebagai alat pengumpul data yang dilakukan secara tatap muka (face to face) bertujuan untuk menjaring data dan informasi klien dengan jalan bertanya secara lisan dan langsung kepada nara sumber.[6]


[1] Bimo Walgito, Bimbingan + Konseling, (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2010), hlm. 76.
[2] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hlm.118.
[3] Bimo Walgito, Op.Cit., hlm. 79.
[5] Dewa Ketut Sukardi, Op.Cit., hlm. 118.
[6] Dewa Ketut Sukardi, Op.Cit., hlm. 119-120.

No comments:

Post a Comment